Monday 26 September 2016

Belajar Mencintai Setiap Hari

Apakah mencintai itu selalu mudah? Tidak. Karenanya, perlu mau belajar.  
http://learn.compactappliance.com/
Aku sedang duduk sendirian di pojokan sebuah kafe yang dekat dengan kantor suamiku. Lagu-lagu dengan irama musik tidak terlalu mengentak mengalun dari tadi, cocok denganku yang memang tak begitu gandrung irama kencang. Pun aroma kopi yang menyeruak setiap kali barista meraciknya, benar-benar bikin teduh suasana hati. Tepat seperti yang dimuat di banyak artikel tentang kopi. Aromanya menenangkan.

Cinta juga bisa begitu menenangkan, bahkan bisa berlaksa-laksa lebihnya dari yang kopi punya. Tentu saja bila ia diolah dengan tepat. Seperti dalam menyajikan kopi, membuat cappuccino, misalnya. Seenak apapun kopinya, kalau saja barista salah membuat takaran, yaitu antara espresso, steamed milk, dan milk froth-nya, maka rasa sebenarnya akan gagal sampai di peneguknya. Tak usah soal rasa, aromanya pun barangkali tidak tercium seperti seharusnya. Begitupun dengan cinta, bila tak diberi komposisi dan diracik dengan pas, maka bagaimana bisa rasanya enak? Bagaimana bisa ia mampu menenangkan?



***

Apa yang Perlu Dipelajari?

http://cutelovequotesforher.org/
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi bersukacia karena kebenaran.” 1 Korintus 13:4-6
Apabila cinta itu diracik seperti yang pernah Paulus tuliskan dulu kepada jemaat Korintus – sebuah kota kuno di Yunani, dalam banyak hal merupakan kota metropolitan Yunani terkemuka pada zaman Paulus – tentu rasanya sangat menakjubkan dan sudah pasti bikin siapa pun ketagihan. Hanya saja, ya itu, tidak selalu mudah melakukannya. Malah bisa jadi benar-benar sukar.

Tapi bila menikmati kopi bisa menjadi candu, lalu kenapa tidak dengan mencintai pasangan?

Mencintai dengan tulus berarti penuh rela meruntuhkan keakuan, penuh rela memberi tanpa menghitung peluh setitik pun, penuh rela menahan kemarahan membabi-buta, penuh rela mengakui kesalahan dan meminta maaf serta memaafkan, penuh rela mengarahkan dengan penuh kesabaran, lalu penuh rela apalagi? Mendengarkan keluh-kesah pasangan, tertawa dan menangis bersama, menerima kekonyolannya tanpa mencacinya, mengucapkan kata “I love you” sambil memberi sebuah pelukan hangat, memberikan pujian, dan banyak lagi. Apalagi setelah menikah, semakin beragam bentuk kerelaan yang bisa dipelajari berdua.  

Namun memang ya, mencintai seperti itu tak semudah menuliskannya. Perlu banyak belajar. Sangat penting belajar mengenal diri sendiri dan pasangan (mis: karakter, kelebihan, kekurangan, kesukaan, impian, juga latar belakang). Dengan begitu, kita bisa tahu bagaimana harus bersikap dan bagaimana merespon dengan benar.

Paling perlu lagi, yaitu belajar mengenal Pencipta kita lebih dalam setiap hari. Karena sejatinya, Dia-lah Pemilik kisah cinta yang hakiki. 
Menjadikan Kristus sebagai teladan dalam mencintai adalah mutlak, sebab Dia sudah menyatakan lebih dulu kepada kita bagaimana mencintai dengan benar sampai Ia rela mati di kayu salib biar yang dicintai-Nya, yakni kita - tidak binasa. 
Nyawa, Dia berikan sebagai bukti cinta-Nya, meski berkali-kali kita melukai-Nya, melupakan-Nya, ingkar janji, dan tidak mau mendengarkan-Nya. Dari-Nya kita belajar mencintai tanpa menuntut. Dan ya, ini sukar sungguhan bila kita mencoba melakukannya seorang diri. Minta Allah menolong, Roh-Nya yang akan memimpin dan memampukan.


Franchis Chan & Lisa Chan dalam buku mereka yang berjudul You and Me Forever, menuliskan begini: “Pernikahan adalah salah satu perjalanan paling hebat dalam membentuk kita makin rendah hati dan kudus. Pernikahan mendesak kita untuk bergumul dengan keegoisan dan kesombongan kita. Namun, pernikahan juga dapat menjadi panggung untuk memperlihatkan kasih dan komitmen”, dan ya, aku sendiri mengalaminya. Tidak selalu mulus sempurna, tapi tidak ada kata berhenti untuk belajar dalam sebuah perjalanan rumah tangga kan?

Dari awal aku jatuh cinta pada kekasihku - sejak sebelum sampai sesudah menikah – sampai hari ini, selalu ada saja hal yang kupelajari. Sama seperti belajar di sekolah, tidak melulu menyenangkan, dalam mencintai pun begitu. Karenanya, perlu sebuah komitmen. Tidak berhenti sampai mati.

Yang kurasakan, mencintai juga merupakan salah satu cara yang Tuhan pakai untuk menempaku. Makanya, seringkali aku bukannya bermasalah dengan pasanganku, tapi dengan diriku sendiri. Misalnya, suka kecewa atau marah kalau sesuatu terjadi tidak seperti yang kuharapkan. Persoalan ini bukan hal mudah untuk kuselesaikan dengan benar. Jadinya, berulang kali soal satu ini disodorkan padaku. Yang kemudian jadi pelajaran juga adalah, tampaknya selama kita masih memutuskan menjawab suatu persoalan dengan kesalahan yang sama, sesungguhnya kita sendiri yang sedang memutuskan untuk berputar-putar saja di sana tanpa mau "bertumbuh" maju.

Bersyukur sekali sebab Allah tidak diam saja membiarkanku menyimpan marah berkepanjangan waktu kecewa berhasil menyulut emosiku. Dalam Efesus 4:26 (BIS) tertulis: “Kalau kalian marah, janganlah membiarkan kemarahan itu menyebabkan kalian berdosa. Janganlah marah sepanjang hari.” Secara luar biasa ayat ini mengingatkan, sehingga hati pun menjadi amat gelisah kalau masih berniat membawa marah sampai esok. Thank God.

http://fiercemarriage.com/
Jadi, satu lagi pelajaran dari sini, yaitu: semarah apapun kita pada pasangan, mari sedapat mungkin buang segala amarah itu sebelum beranjak tidur. Iya, sekalipun terasa sangat berat betul. Belajar mengungkapkan segala hal yang masih menumpuk dalam hati, dengan cara yang benar tentu saja, biar tak menyulut pertengkaran baru. Belajar meminta maaf kepada pasangan karena respon yang tidak baik, juga belajar memaafkan pasangan karena sikapnya yang tadi memancing marah kita. Inilah dia soal meluruhkan amarah sekaligus meminta maaf, pun memaafkan yang harus kita pelajari dan selesaikan dengan benar. Cinta itu tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain bukan?

Mari belajaaar.... Hehehe

No comments:

Post a Comment