Apakah mencintai itu selalu mudah? Tidak. Karenanya, perlu mau belajar.
http://learn.compactappliance.com/ |
Aku sedang duduk sendirian di pojokan
sebuah kafe yang dekat dengan kantor suamiku. Lagu-lagu dengan irama musik
tidak terlalu mengentak mengalun dari tadi, cocok denganku yang memang tak
begitu gandrung irama kencang. Pun aroma kopi yang menyeruak setiap kali
barista meraciknya, benar-benar bikin teduh suasana hati. Tepat seperti yang dimuat di banyak artikel tentang kopi. Aromanya menenangkan.
Cinta juga bisa begitu menenangkan,
bahkan bisa berlaksa-laksa lebihnya dari yang kopi punya. Tentu saja bila ia diolah dengan tepat. Seperti dalam menyajikan kopi, membuat cappuccino, misalnya. Seenak apapun kopinya,
kalau saja barista salah membuat takaran, yaitu antara espresso, steamed milk, dan milk
froth-nya, maka rasa sebenarnya akan gagal sampai di peneguknya. Tak usah
soal rasa, aromanya pun barangkali tidak tercium seperti seharusnya. Begitupun dengan cinta, bila tak diberi komposisi dan diracik dengan pas, maka bagaimana
bisa rasanya enak? Bagaimana bisa ia mampu menenangkan?
***
Apa yang Perlu Dipelajari?
http://cutelovequotesforher.org/ |
“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi bersukacia karena kebenaran.” 1 Korintus 13:4-6
Apabila cinta itu diracik seperti yang pernah
Paulus tuliskan dulu kepada jemaat Korintus – sebuah kota kuno di Yunani, dalam
banyak hal merupakan kota metropolitan Yunani terkemuka pada zaman Paulus –
tentu rasanya sangat menakjubkan dan sudah pasti bikin siapa pun ketagihan. Hanya
saja, ya itu, tidak selalu mudah melakukannya. Malah bisa jadi benar-benar
sukar.
Tapi bila menikmati kopi bisa menjadi candu, lalu kenapa tidak dengan
mencintai pasangan?
Mencintai dengan tulus berarti penuh rela
meruntuhkan keakuan, penuh rela memberi tanpa menghitung peluh setitik pun,
penuh rela menahan kemarahan membabi-buta, penuh rela mengakui kesalahan dan
meminta maaf serta memaafkan, penuh rela mengarahkan dengan penuh kesabaran,
lalu penuh rela apalagi? Mendengarkan keluh-kesah pasangan, tertawa dan
menangis bersama, menerima kekonyolannya tanpa mencacinya, mengucapkan kata “I
love you” sambil memberi sebuah pelukan hangat, memberikan pujian, dan banyak lagi. Apalagi setelah menikah, semakin beragam bentuk kerelaan yang bisa dipelajari berdua.
Namun memang ya, mencintai seperti
itu tak semudah menuliskannya. Perlu banyak belajar. Sangat penting belajar mengenal
diri sendiri dan pasangan (mis: karakter, kelebihan, kekurangan, kesukaan, impian,
juga latar belakang). Dengan begitu, kita bisa tahu bagaimana harus bersikap
dan bagaimana merespon dengan benar.
Paling perlu lagi, yaitu belajar
mengenal Pencipta kita lebih dalam setiap hari. Karena sejatinya, Dia-lah
Pemilik kisah cinta yang hakiki.
Menjadikan Kristus sebagai teladan dalam mencintai adalah mutlak, sebab Dia sudah menyatakan lebih dulu kepada kita bagaimana mencintai dengan benar sampai Ia rela mati di kayu salib biar yang dicintai-Nya, yakni kita - tidak binasa.
Nyawa, Dia
berikan sebagai bukti cinta-Nya, meski berkali-kali kita melukai-Nya,
melupakan-Nya, ingkar janji, dan tidak mau mendengarkan-Nya. Dari-Nya kita
belajar mencintai tanpa menuntut. Dan ya, ini sukar sungguhan bila kita mencoba
melakukannya seorang diri. Minta Allah menolong, Roh-Nya yang akan memimpin dan
memampukan.
Franchis Chan & Lisa Chan dalam
buku mereka yang berjudul You and Me Forever, menuliskan begini: “Pernikahan adalah salah satu perjalanan
paling hebat dalam membentuk kita makin rendah hati dan kudus. Pernikahan mendesak
kita untuk bergumul dengan keegoisan dan
kesombongan kita. Namun, pernikahan juga dapat menjadi panggung untuk memperlihatkan
kasih dan komitmen”, dan ya, aku sendiri mengalaminya. Tidak selalu mulus
sempurna, tapi tidak ada kata berhenti untuk belajar dalam sebuah perjalanan rumah tangga kan?
Dari awal aku jatuh cinta pada
kekasihku - sejak sebelum sampai sesudah menikah – sampai hari ini, selalu ada
saja hal yang kupelajari. Sama seperti belajar di sekolah, tidak melulu menyenangkan, dalam mencintai pun begitu. Karenanya,
perlu sebuah komitmen. Tidak berhenti sampai mati.
Yang kurasakan, mencintai juga
merupakan salah satu cara yang Tuhan pakai untuk menempaku. Makanya, seringkali
aku bukannya bermasalah dengan pasanganku, tapi dengan diriku sendiri. Misalnya, suka kecewa atau marah kalau sesuatu terjadi tidak seperti yang kuharapkan. Persoalan ini bukan hal mudah untuk kuselesaikan dengan benar. Jadinya, berulang kali soal satu ini disodorkan padaku. Yang kemudian jadi pelajaran juga adalah, tampaknya selama kita masih memutuskan menjawab suatu persoalan dengan kesalahan yang sama, sesungguhnya kita sendiri yang sedang memutuskan untuk berputar-putar saja di sana tanpa mau "bertumbuh" maju.
Bersyukur sekali sebab Allah tidak diam saja membiarkanku menyimpan marah berkepanjangan waktu kecewa berhasil menyulut emosiku. Dalam Efesus 4:26 (BIS) tertulis: “Kalau kalian
marah, janganlah membiarkan kemarahan itu menyebabkan kalian berdosa. Janganlah
marah sepanjang hari.” Secara luar biasa ayat ini mengingatkan, sehingga hati pun menjadi amat gelisah kalau masih berniat membawa
marah sampai esok. Thank God.
http://fiercemarriage.com/ |
Jadi, satu lagi pelajaran dari sini, yaitu: semarah
apapun kita pada pasangan, mari sedapat mungkin buang segala amarah itu sebelum beranjak tidur. Iya, sekalipun terasa sangat berat betul. Belajar mengungkapkan segala hal yang masih menumpuk dalam hati,
dengan cara yang benar tentu saja, biar tak menyulut pertengkaran baru. Belajar meminta
maaf kepada pasangan karena respon yang tidak baik, juga belajar memaafkan pasangan
karena sikapnya yang tadi memancing marah kita. Inilah dia soal meluruhkan amarah sekaligus meminta maaf, pun memaafkan yang harus kita pelajari dan selesaikan dengan benar. Cinta itu tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain bukan?
Mari belajaaar.... Hehehe
No comments:
Post a Comment