Friday 2 June 2017

Kadangkala Bahagia Terusir dari Pernikahan


Barangkali jika aku bertanya, adakah orang yang tidak mendambakan kebahagiaan dalam sebuah pernikahan? Kurasa hanya gelengan kepala yang kan kutemui.

Suatu kali, seseorang bercerita panjang lebar kepadaku tentang rencana pernikahannya. Tentu saja ini menjadi topik yang selalu dekat dengan orang-orang seusiaku. Sebagian menganggap topik serupa ibarat bunga mekar. Indah. Namun, ada pula yang melihatnya bagaikan gulma. Mengganggu. Maka, mereka ini akan paling gusar bahkan sebal kalau ditanya: “Kapan nikah?” Pernah merasakan juga, tidak?

Kembali ke cerita seorang kawan tadi ya. Sebenarnya kami tidak terlalu sering berbicara lewat telepon seperti sore itu. Biasanya cukup kok walau hanya chatting-an lewat bbm atau whatsapp saja. Tapi hari itu, kurasa sudah sangat menumpuk kata yang ingin dia bagi, makanya tak pilih memainkan ibu jari di smartphone-nya. Kami pun berbicara sangat lama waktu itu.

“Apakah karena mengejar kebahagiaan?” Aku langsung memburunya dengan pertanyaan itu di sela-sela ceritanya dan dia beri jawaban “iya” padaku. Tidak tegas, tapi tanpa bantahan. Selanjutnya, kubilang padanya bahwa tujuan pernikahan tidak sedangkal itu.

“Kalau itu tujuanmu, kau cuma akan mendapati kekecewaan nantinya,” kataku menambahkan.
Sejak sebelum menikah, seringkali diberitahukan dan diajarkan kepadaku, bahwa menikah bukan lantaran mengejar kebahagiaan semata. Aku menerimanya dan setelah melangkah ke dalam bahtera pernikahan itu, akhirnya aku melihat dan mengalami sendiri, sehingga kian paham.

Memangnya siapa yang sanggup tidak gemetar dan tertawa bahagia ketika di depan sana nyata ada amuk ombak sedemikan beringas? Siapa yang kegirangan ketika ada angin badai datang menampar bertubi-tubi?

Pelayaran itu sungguh penuh ketidakpastian. Namun, kabar baiknya adalah, kita punya Nakhoda yang andal, di mana Dia kenal persis apa yang sedang dan bakal dihadapi-Nya sepanjang pelayaran. Pun tahu pasti, ke mana hendak menuju.


Bertemu Konflik itu Pasti




Sepuluh bulan usia pernikahan kami, bohong kalau kubilang tanpa masalah sama sekali dan selalu bahagia sepanjang waktu. Betul, ada kalanya bahagia itu terusir. Emosi negatif, seperti kecewa, marah, sedih, putus asa, ragu, bingung, kalut, takut, kalah, sepi, minder, sombong, atau iri suka datang bergantian tanpa kenal lelah demi menggeser posisi bahagia yang semula melekati kami dengan akrab. Sebenarnya sangat mudah membiarkan segala emosi negatif itu bergelayut manja dan bersuka-ria hore-hore di antara kami. Hanya saja, resikonya adalah cinta akan pergi dan benci datang segera. Tidak bisa kubayangkan, pelayaran macam apa yang akan kami arungi.

Thursday 29 September 2016

Rawat Rindu

Rindu ini jangan disalahartikan. Bukan pahit yang ia seduhkan, melainkan manis. Pun bukan nelangsa yang kurasa. Tenang saja.
http://img.thebridalbox.com/

Sudah hampir pukul sebelas malam waktu aku menguntai kata-kata ini. Duduk di dalam kamar, hanya aku seorang diri.

Pukul segini, biasanya aku sudah larut dalam pelukan suamiku. Bisa juga terkadang masih asyik mengobrol, sesekali menonton film bersama – mis. beberapa hari lalu kami menonton How I Met Your Mother, sitkom Amerika yang ia suka dan kami kompak menertawakan beberapa adegan. Beberapa kali ia juga menceritakan tentang sitkom ini padaku sedari kami belum menikah –, dan sering juga ia asyik dengan laptopnya karena pekerjaan kantor ataupun yang lainnya, sementara aku asyik membolak-balik novel bacaanku. Malam ini, suamiku berada di Bengkulu untuk urusan kerja. Karenanya, kami hanya bisa bertukar sapa lewat handphone. Barusan dia mengabariku lewat teks, dia bilang rapatnya baru usai. Sudah pukul sebelas. Aku meneleponnya, ingin mendengar suaranya. Tentu untuk bertukar rindu.

Beberapa jam lalu, aku hendak membaca sebuah Catatan Pendek untuk Cerita yang Panjang milik Boy Candra. Baru juga beberapa halaman aku menelusuri ceritanya, ada yang bergejolak di dadaku, menuntut untuk keluar detik itu juga. Aku mengalah, kemudian lekas kuambil handphone yang tadi memang sengaja kujauhkan biar lebih fokus pada bacaanku. Langsung aku mencari satu nama di sana dan mengirim sebuah pesan kepadanya.

Tulisku: Malam ini aku rasa sunyi lantaran sudah terbiasa menikmati waktu berdua denganmu. Sehari saja tak bertemu, rinduku berbuah banyak. Andai Bengkulu letaknya tepat di sampng kamar kita, sudah kubuka segera untuk mendapatimu dan langsung bergelayut manja dalam pelukmu sambil mengucap kata beruntai: “I love you, Sayang.”

***

Bila rindu sudah mulai menjalar, kenapa sungkan menyatakannya? Dia memang ingin tampak, tidak hanya untuk disembunyikan. Lagipula, aku tak tahu bagaimana caranya mencintai tanpa merindu. Malahan kupikir rindu perlu dirawat. Ia perlu ada untuk menjaga cinta tetap mekar, tidak melayu. Dan untuk merawat rindu, perlu ada saling percaya yang utuh. Salah merawat rindu, sengat yang didapat. Lihailah.

Aku pun belajar.

Monday 26 September 2016

Belajar Mencintai Setiap Hari

Apakah mencintai itu selalu mudah? Tidak. Karenanya, perlu mau belajar.  
http://learn.compactappliance.com/
Aku sedang duduk sendirian di pojokan sebuah kafe yang dekat dengan kantor suamiku. Lagu-lagu dengan irama musik tidak terlalu mengentak mengalun dari tadi, cocok denganku yang memang tak begitu gandrung irama kencang. Pun aroma kopi yang menyeruak setiap kali barista meraciknya, benar-benar bikin teduh suasana hati. Tepat seperti yang dimuat di banyak artikel tentang kopi. Aromanya menenangkan.

Cinta juga bisa begitu menenangkan, bahkan bisa berlaksa-laksa lebihnya dari yang kopi punya. Tentu saja bila ia diolah dengan tepat. Seperti dalam menyajikan kopi, membuat cappuccino, misalnya. Seenak apapun kopinya, kalau saja barista salah membuat takaran, yaitu antara espresso, steamed milk, dan milk froth-nya, maka rasa sebenarnya akan gagal sampai di peneguknya. Tak usah soal rasa, aromanya pun barangkali tidak tercium seperti seharusnya. Begitupun dengan cinta, bila tak diberi komposisi dan diracik dengan pas, maka bagaimana bisa rasanya enak? Bagaimana bisa ia mampu menenangkan?


Wednesday 21 September 2016

Ketika Takut Memeluk

Adalah perongrong sejati yang jatuh cinta padaku. Takut.

Sejak lama perongrong ini mengincarku, padahal sudah berulang kali aku menampiknya dan mengusirnya waktu dia terus dan terus menguntit perjalananku.

"Aku tidak menyukaimu. Pergi jauh-jauh dariku dan jangan mengganggu lagi!" Keras aku menghardiknya, namun dia pura-pura tuli, pun tak peduli. Tidak sedikitpun sakit hati. Malahan tersenyum.

Kucari ruang bersembunyi biar 'takut' kehilangan jejakku, tapi dia bagaikan punya antena tercanggih yang bisa melacak ke manapun pergerakanku. Saking lelah, sering ku lengah. Di sanalah dia langsung datang memelukku erat bagaikan seorang pria yang sigap menolong kekasihnya yang sedang kelelahan. Cerdik! Dan bodoh sekali... aku justru terbuai. Hanyut dalam pelukannya.

Aku tersentak. Selama kubebaskan dia memelukku seenak hati, selama itu pula aku hanya akan berdiri di tepian saja. Tidak bergerak maju, meski sudah tiba di tempat yang kutuju. Cuma memandangi tanpa pernah menikmati kesempatan yang sedang terpampang rupawan di hadapanku, lantaran nyali sudah keropos betul oleh 'takut'. Kasihan.

Maka inilah sebuah teguran kasih untuk yang sedang dipeluk takut sepertiku.
"Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?"

Lantas segera menyelisik, apakah sudah tepat tempatku bersembunyi selama ini? Jika ya, maka sudah pasti takut tak akan punya nyali mendekat, apalagi coba memeluk. Seperti kata Daud: "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku."

Wednesday 7 September 2016

Rindu yang Kesampaian

Berkat & Sevi
Wedding
sekarbersajak - Pernikahan Berkat & Sevi

Ini satu kisah. Tentang sebuah rindu yang kesampaian. Pernikahan.
 
wedding
Aku suka bunganya, sesuai yang kupesankan ^^

Pada 20 Juli 2016 lalu, aku mencatatkan sebuah doa yang kupanjatkan. Isinya begini:

Kiranya Engkau, ya Allah, berkenan menyediakan anggur manis di hari pernikahan kami nanti. Bahkan ketika sampai hari ini pendeta yang akan memberkati kami juga belum tersedia, kepada-Mu sajalah, ya Allah aku berharap – kami berharap.

Upayaku memaksakan kehendak hanya memperburuk situasi, bahkan aku dan orang tuaku sampai adu mulut lantaran tak kuasa menahan emosi saking khawatirnya. Kiranya Engkau menolongku mengendalikan diri, ya Allah. Dan biarlah hati kami seluruhnya penuh dengan Roh-Mu agar kami mampu bersukacita dalam mempersiapkan segalanya.
Kiranya Engkau pun berkenan memberikan cuaca yang baik nanti, ya Allah, juga para undangan yang bersama-sama dengan mereka, kami boleh bersukacita. Hadir ataupun tidak orang-orang yang kami harapkan, kiranya tidak mengurangi sukacita kami, ya Allah. Izinkanlah sukacita kami tetap penuh karena menikmati kehadiran-Mu di sepanjang hari kami, pun di acara pernikahan kami nanti.Kepada-Mu, ya Allah aku berserah dan berharap. Berilah anggur manis itu bagi kami. Amin.

***

Tuhan hadir. Kenyataan terindah yang kurasakan saat hari pernikahanku kemarin (5/8).
Pagi-pagi benar, kira-kira pukul empat subuh, saat udara dingin Kabanjahe masih terasa betul menyapu kulit lantaran matahari masih lelap, kami sudah mesti bergegas memersiapkan diri untuk pernikahanku dengan Berkat Laksana Panggabean yang akan dilangsungkan hari itu. Sebenarnya mata masih agak berat. Pasalnya, tidur pun payah betul malam tadi karena perasaan sudah campur aduk. Kalau aku tak salah mengingat, lewat pukul dua dini hari pun, mataku masih belum berhasil memejam.

Sebelum ditelan serentetan acara yang mau dikerjakan segera, aku dan (calon) suamiku, mengambil waktu untuk berdoa berdua lebih dulu pagi itu. Kemudian mandi, dilanjutkan dengan sesi rias pengantin yang makan waktu hampir dua jam baru kelar.

sekarbersajak - Pernikahan Berkat & Sevi
sekarbersajak - Pernikahan Berkat & Sevi (make up)
wedding
sekarbersajak - Pernikahan Berkat & Sevi
wedding
sekarbersajak - Pernikahan Berkat & Sevi
wedding
Sevi

Sebelum memulai acara tukar bunga di rumah dan berangkat ke gereja untuk ibadah pemberkatan, lalu lanjut ke jambur untuk pesta adat, para kerabat menyuruh kami sarapan lebih dulu. Kupilih untuk menyeruput teh manis hangat saja, sebab kadung terbiasa tidak makan nasi kalau masih di bawah jam sembilan begitu. Sebenarnya kalau mengingat akan sangat banyak rentetan acara yang bakal dijalani hari itu, agak ngeri jika tidak mengisi perut dengan nasi lebih dulu, tapi mau bagaimana, perutku menolaknya. Roti kosong yang sudah kuminta dibeli pun, paling-paling hanya dua kali sobek sanggup kujejali ke mulutku. Coba kupaksakan, malah mual yang datang. Ah, daripada para undangan jadi berpikiran aneh-aneh kalau mendapatiku muntah-muntah sebelum acara itu, kan bahaya. Hahaha. *Konyol ya pikiranku?*

Friday 27 May 2016

Cemburu pada Angin

Angin bisa menemuimu
Angin bisa membisikimu sebuah rasa
Angin bisa menyentuhmu
Angin bisa membelaimu
Angin bisa memelukmu
Angin bisa kau rasa

Dan malam tadi
Aku cemburu pada angin
Walau bukan benar-benar pada angin
Mengertikah?



Medan, 27 Mei 2016; 09.47 WIB

Sumber Gambar: www.berbagipuisi.com

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sitiswandari/gelora-cinta-dari-langit-23_569a213ae8afbda91397ed0d
Sumber Gambar: www.berbagipuisi.com

Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/sitiswandari/gelora-cinta-dari-langit-23_569a213ae8afbda91397ed0d

Tuesday 17 May 2016

Sebuah Permintaan (Rindu)



Pelan-pelan malam ini akan  lalu
Tapi cinta ini janganlah sampai lalu

Detik ini kurasakan rindu untukmu
Sayang, kapan bisa bertemu?

Rindu itu rasanya dua
Ada manis, getir pun ada

Aku mau merindukanmu terus tak habis-habis
Setiap hari dengan rindu yang manis

Silakan saja jika keheningan malam ini mau menelanku
Tapi jangan biarkan lagi aku tidur tanpa kabar darimu

Sebab aku rindu
Rindu... 




Medan, 3 Mei 2016; 00:40 WIB